Arsip Artikel

Tragedi Karbala 10 Muharram 61 H

tragedi karbala
Rasul yang agung Muhammad saw berpesan kepada umatnya:

“Husein dariku dan aku dari Husein, Allah mencintai orang yang mencintai Husein

“Al-Hasan dan Al-Husein penghulu pemuda ahli surga.”
Rujukan hadis tersebut selengkapnya, akses di sini

Rasulullah saw juga berpesan:
“Sungguh cucuku Al-Husein ini akan terbunuh di suatu tempat di Irak, barangsiapa yang menjumpainya bantulah ia.”

Belum lama persan Rasul yang agung, masih terngiang dalam ingatan para sahabatnya.

14 abad yang lalu suasana kota Madinah tercekam oleh ketakutan dan kezaliman.
Seruan Al-Husein (as) tak didengar lagi, bahkan dihinakan dan direndahkan. Yazid bin Muawiyah menekan Al-Husein agar menghentikan seruannya, dan segera berbait kepadanya.

Suasana kota Madinah semakin hari semakin mencekam. Di malam-malam yang dingin Al-Husein (as) mendatangi kuburan Rasulullah saw. Di pusara kakeknya ia menyampaikan salam: Assalamu’alayka ya Rasulallah.

Ia mengadukan semua perlakukan umatnya:
“Ya Rasulullah, telah engkau saksikan prilaku umatmu, mereka tak menghiraukan seruanku. Mereka menghinaku, merendahkanku dan menzalimiku. Mereka menghinakan Ahlul bait yang engkau tinggalkan kepada mereka.”

Di kuburan kakeknya ia menangis dan merintih hingga larut malam dan tertidur. Dalam tidurnya Al-Husein bermimpi Rasulullah saw datang, memeluknya dan mencium keningnya, seraya berpesan: “Ya Husein! Ayahmu, ibumu dan kakakmu menyampaikan salam untukmu, mereka merindukanmu ingin segera berjumpa denganmu. Duhai Husein, tidak lama lagi engkau akan menyusulku dengan kesyahidanmu.” Lalu Al-Husein terbangun.

Di pusara kakeknya Al-Husein berjanji untuk menegakkan kebenaran Islam sebagaimana yang diajarkan oleh kakeknya Rasulullah saw.

Esok harinya Al-Husein (as) menghimpun keluarganya dan sebagian kecil sahabat Nabi saw, untuk meninggalkan kota Madinah.

Sebelum meninggalkan kota Madinah Al-Husein (as) berpamitan pada Ummu Salamah Isteri Rasulullah saw, ia mengantarkan Al-Husein dengan linangan air mata. Ia terkenang saat-saat bersama Rasulullah saw. Mari kita dengarkan kisah Ummu Salamah:

“Ketika Rasulullah saw hendak tidur ia nampak gelisah, berbaring lalu bangun kembali, berbaring lalu bangun lagi. Ummu Salamah bertanya kepadanya: Mengapa engkau nampak gelisah ya Rasulallah? Rasulullah saw menjawab: “Baru saja Jibril datang kepadaku memberitakan bahwa Al-Husein kelak akan dibunuh di Karbala. Jibril membawa tanah ini. Simpanlah tanah ini wahai ummu Salamah. Jika kelak tanah ini warnanya telah berubah menjadi merah, itu pertanda Al-Husein telah terbunuh.” Ummu Salamah menyimpannya.

Kini Al-Husein (as) dan rombongannya meninggalkan kota Madinah menuju kota Mekkah. Penduduk kota Kufah mengirim surat kepada Imam Husein (as). Mereka mengharap kedatangannya. Mereka berjanji akan berbait kepadanya sebagai pemimpin mereka. Mereka berjanji akan melindungi Al-Husein (as) dan keluarganya.

Karena suasana kota Mekkah semakin hari semakin tidak aman bagi Al-Husein (as) dan keluarganya. Ia menghimpun rombongannya yang tak lebih dari 73 orang, yang sebagian terdiri anak-anak kecil dan perempuan.

Al-Husein (as) berserta rombongannya meninggalkan kota Mekkah menuju kota Kufah walaupun ibadah hajinya belum sempurna.

Kini Al-Husein dan rombongannya berangkat menuju kota Kufah. Karena lelahnya perjalanan yang cukup jauh, Al-Husein dan rombongan berhenti di padang Karbala. Mereka memancangkan kemah-kemah di padang Karbala untuk berteduh dari sengatan panas matahari dan istirahat karena lelahnya perjalanan yang cukup jauh.

Tak lama mereka istirahat terdengarlah deru suara kuda dari kejauhan. Semakin lama suara itu semakin jelaslah bahwa suara itu adalah suara deru kuda pasukan Ibnu Ziyad yang jumlahnya ribuan pasukan berkuda.

Ya Allah, Ya Rasulullah
Kini Al-Husein (as) dan rombongannya yang tak lebih dari 73 orang yang sebagian terdiri anak-anak kecil dan wanita. Mereka harus berhadapan dengan ribuan pasukan berkuda Ibnu Ziyad Gubernur pilihan Yazid bin Muawiyah.

Karena jauhnya perjalanan Al-Husein dan rombongannya kehabisan bekal. Mereka dalam keadaan haus dan lapar. Sebagian dari rombongan Al-Husein berusaha mengambil air dari sungai Efrat, tapi pasukan Ibnu Ziyad menghadangnya. Mereka tetap berusaha keras mengambil air untuk dipersembahkan kepada Al-Husein, keluarganya dan rombongan yang tercekik oleh kehausan. Mereka tak berhasil mempersembahkan air karena diserang oleh anak-anak panah pasukan Ibnu Ziyah, dan mereka berguguran menjadi syuhada’.

10 Muharram 61 H

Wahai penduduk Kufah, mana janjimu kepada Al-Husein (as) cucu tercinta Rasulullah saw. Dimana nuranimu? Belum lama kalian berjanji untuk melindungi keluarga suci Rasulullah saw, tapi kini kalian menjemputnya dengan pedang, anak panah dan tombak.

Pada tanggal 10 Muharram 61 H, kecuali Al-Hurr pasukan Ibnu Ziyad mulai melancarkan serangan pada rombongan Al-Husein (as). Salah seorang pasukan Ibu Ziyad mengarahkan anak panah pada leher seorang bayi. Bayi itu putera Al-Husein (as). Anak panah mengenai leher sang bayi, dan mengucurlah darah dari lehernya. Begitu hausnya sang bayi itu ia menjilat-jilat darah yang mengalir, dan meninggallah bayi suci keturunan Rasulullah saw.

Sore hari 10 Muharram 61 H

Bersamaan kemerahan ufuk barat, pasukan Al-Husein berguguran, darah mewarnai tanah Karbala. Suasana Padang Karbala tercekam oleh darah para syuhada’ dan jeritan wanita dan anak-anak kecil dari keluarga Rasulullah saw. Dalam suasana terkecik rasa haus dan lapar mereka menyaksikan anak-cucu Rasulullah saw bersimbah darah.

Kini Al-Husein (sa) tinggallah seorang diri dan beberapa anak-anak dan wanita dari keluarganya. Dalam suasana haus dan lapar, Al-Husein (sa) berkata di depan pasukan Ibnu Ziyad: “Bukalah hati nurani kalian, bukankah aku adalah putera Fatimah dan cucu Rasulullah saw. Pandanglah baik-baik diriku, bukankah baju yang aku pakai adalah baju Rasululah saw.”

Hati mereka telah tetutup oleh noda kehinaan, pikiran mereka telah dikendalikan oleh hawa nafsunya, pandangan mereka telah berubah akibat janji-janji Yazid bin Muawiyah berupa jabatan dan uang.

Kecuali Al-Hurr, pasukan Ibnu Ziyad tidak lagi memperdulikan seruan Al-Husein (sa). Kini Al-Husein (as) seorang diri berdiri di Padang Karbala. Pasukan Ibnu Ziyad menyerang Al-Husein (as).

Zainab (adiknya), Syaherbanu (isterinya), Ali bin Husein (puteranya), dan rombongan yang masih hidup yang terdiri dari wanita dan anak-anak. Mereka menyaksikan pertempuran antara Al-Husein (as) dan ribuan pasukan Ibnu Ziyad. Pedang Zul-Fiqar Al-Husein (as) telah mematahkan pedang2 lawannya, dan menebas kepala dan tubuh mereka. Pedang-pedang lawan tak mampu menghadapi kilatan pedang Zul-Fiqar Al-Husein (as).

Akhirnya panglima pasukan Ibnu Ziyah menyerukan agar melancarkan serangan anak panah dan tombak.

Kini Pasukan Ibnu Ziyad melancarkan serangan anak-anak panah dan tombak pada Al-Husein. Satu persatu anak panah itu mengenai dada Al-Husein, dan tombak pun menancap pada dadanya. Mengucurlah darah dari tubuh Al-Husein (as), ia pun terjatuh dari kudanya. Al-Husein sudah tak berdaya, tubuhnya bersimbah darah.

Melihat Al-Husein terjatuh dan tak berdaya, Syimir dari pasukan Ibnu Ziyah memacu kudanya ke arah Al-Husein (as). Ia turun dari kudanya, menginjak-injak dada Al-Husein (as).

Ya Allah, Ya Rasullah, Ya Amiral mukminin, Ya Zahra’!
Kini Al-Husein seorang diri, tubuhnya sudah lemah, tak berdaya, dan bersimbah darah. Syimir laknatullah menginjak-injakkan kakinya ke dada Al-Husein (sa). Innalillahi wa inna ilayhi Rajiun.

Syimir pun belum puas dengan penghinaannya itu, ia menduduki dada Al-Husein (as) lalu ia menghunus pedangnya, dan menyembelih leher Al-Husein (as) sampai terputus dan terpisah dari tubuhnya. Innalillahi wa inna ilayhi Rajiun.

Menyaksikan peristiwa sangat sadis dan tragis itu, Zainab, isteri Al-Husein dan anak-anak kecil menjerit histeris. Tidak hanya itu kekejaman Syimir, ia melemparkan kepala Al-Husein (sa) yang berlumuran darah ke dalam kemah Zainab. Semakin histeris jeritan Zainab dan keluarganya menyaksikan kepala Al-Husein yang berlumuran darah berada di dekatnya.

Jeritan Zainab Al-Kubra (sa) memecah suasana yang paling duka. Ia merintih sambil berkata: Oh… Husein, dahulu aku menyaksikan kakakku Al-Hasan meninggal diracun oleh orang terdekatnya, dan kini aku harus menyaksikan kepergianmu dibantai dan disembelih dalam keadaan haus dan lapar.

Padahal Rasul yang agung berpesan kepada kita, tidak boleh menyembelih binatang ternak yang dalam kehausan. Sementara engkau ya Husein, disembelih dalam keadaan haus yang tidak diberi setetes pun air.

Ya Allah, ya Rasullallah, saksikan semua ini. Al-Husein telah meninggalkan kami dibantai di Karbala dalam keadaan haus dan lapar. Dibantai oleh umatmu yang mengharapkan syafaatmu. Ya Allah, ya Rasulallah Akankah mereka memperoleh syafaatmu sementara mereka menghinakan keluargamu, dan membantai Al-Husein yang paling engkau cintai?

Kemerahan Ufuk Barat Mewarnai Karbala
Bersamaan tenggelamnya matahari di ufuk barat, mega merah dan darah merah Al-Husein dan para syuhada’ mewarnai suasana duka keluarga Rasulullah saw yang ditinggalkan.

Kini suasana Padang Karbala paling mencekam bagi keluarga Rasulullah saw. Zainah Al-Kubra dan keluarganya kini menangisi kepergian Al-Husein (sa), mereka merintih pilu, apa yang akan terjadi pada mereka sesudah Al-Husein tiada?

Kini rombongan Al-Husein (sa) yang masih hidup tinggallah: Zainab, isteri Al-Husein, Ali putra Al-Husein (sa) yang sedang sakit, anak-anak kecil dan para wanita.

Mereka diikat dengan rantai, digiring dalam keadaan haus dan lapar, dari karbala menuju Kufah kantor gubernur Ibnu Ziyad yang kemudian mereka digiring ke istana Yazid bin Muawiyah di Damaskus.

Dalam keadaan lemah, haus dan lapar, Zainab Al-Kubra dan rombongannya dirantai dan digiring di sepanjang jalan kota Kufah.

Ya Rasulullah, ya Zahra’! Kini anak cucumu dijadikan barang tontonan yang tragis bagi penduduk Kufah yang berbaris di sepanjang jalan. Zainah Al-Kubra dan keluarganya menundukkan kepala, malu dengan sorotan mata para penonton.

Pasukan Ibnu Ziyad membawa kepala Al-Husein untuk dipersembahkan kepada Yazid bin Muawiyah.

Kini mereka akan mempersembahkan kepala Al-Husein dan tawanan dari anak-cucu Fatimah Az-Zahra’ dan sahabat dekatnya. Mereka ingin menukarnya dengan jabatan dan uang sebagaimana yang telah dijanjikan oleh Yazid bin Muawiyah.

Dalam suasana keluarga Rasulullah saw berduka. Yazid bin Muawiyah, Ibu Ziyad, Umar bin Sa’d dan para pasukannya berpesta-pora di Istana, merayakan kemenangannya.

اَلسَّلامُ عَلَى الْحُسَيْنِ وَعَلى عَلِيِّ بْنِ الْحُسَيْنِ وَعَلى اَوْلادِ الْحُسَيْنِ وَعَلى اَصْحابِ الْحُسَيْنِ

Assalâmu ‘alal Husayn wa ‘alâ Aliyibnil Husayn wa ‘alâ awlâdil Husayn wa ‘alâ ashhâbil Husayn.
Salam pada Al-Husein, salam pada Ali bin Husein, salam pada semua putera-puteri Al-Husein, dan salam pada semua sahabat Al-Husein.

sumber : http://syamsuri149.wordpress.com/2010/12/11/tragedi-karbala-10-muharram-61-h-3/