Arsip Artikel

Ny Ripah Mengaku Satu Sel dengan Hantu

Bisa jadi tahanan ini hanya ingin bebas dari jeruji besi, tetapi mungkin saja ceritanya tidak mengada-ada. Tahanan ini mengaku dikejar-kejar hantu dan histeris.

Baru sehari menghuni sel tahanan Polsek Bubutan, Ny Ripah (51) benar-benar menderita lahir dan batin. Ia stres karena harus jauh dari keluarga dan yang mengejutkan dia mengaku dihantui selama di balik jeruji besi.

7wolu.blogspot.com

Pengakuan yang oleh banyak orang dianggap tidak masuk akal itu tetap saja membuat geger semua penghuni Mapolsek, Minggu (13/3/2011/). Kegaduhan yang dibumbui dengan cerita-cerita misteri itu bermula setelah Ny Ripah, menangis histeris.

Perempuan asal Pondok Benowo Indah, Surabaya itu, ditahan sejak Sabtu (12/3/2011) karena kasus pencurian. Pagi harinya, janda tiga anak itu depresi dan menangis tiada henti. Ia menga­ku dihantui makhluk halus. Ia bersumpah ceritanya itu bukan akal-akalan untuk mengelabui petugas. Untuk menghindari terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, Polsek Bubutan akhirnya menugaskan seorang polisi khusus menemani Ripah.
“Saya sendirian di dalam sel. Tapi rasanya ada makhluk lain yang menghuni sel ini,” ujar Ripah saat ditemui Surya, Minggu (13/3/2011).

Penghuni lain yang dilihat Ripah bukan manusia biasa. Teman sekamar Ripah itu diceritakannya berwujud manusia berkepala kerbau. “Sosoknya manusia, Mas. Tapi, waktu saya lihat kepalanya lha kok mirip kerbau,” tuturnya sembari menitikkan air mata.

Ripah tidak menyangka, perjumpaan dia dengan aparat hukum untuk kedua kalinya itu harus dilalui dengan lebih berat. Pada 2008 lalu, Ripah memang pernah ditangkap anggota Polsek Benowo karena mencopet di Pasar Sememi.

“Dulu saya ditangkap Polsek Benowo. Saya juga dititipkan di tahanan di sini (dulu Polresta Surabaya Utara) dan tidak ada apa-apa,” ujar Ripah.

Sebelum polres-polres di Surabaya dilebur menjadi Polrestabes Surabaya, markas Polsek Bubutan saat ini adalah kantor Polres Surabaya Utara. Ripah kala itu dititipkan di sana lantaran di Polsek Benowo tidak ada tahanan khusus perempuan. Saat itu ia ditahan bersama sejumlah tahanan wanita, namun kini ia menghuni sel tahanan seorang diri.

Sosok siluman kerbau itu diceritakan Ripah hendak menyeruduknya. Matanya merah dan sepertinya terganggu dengan kehadiran Ripah. Sebelum Ripah masuk sel, kamar tahanan itu sudah lama kosong. Lokasi tahanan perempuan itu juga mojok dan jarang terlihat ada polisi lalu lalang. Berbeda dengan tahanan lelaki yang dihuni banyak orang dan lokasinya dekat sejumlah ruang kerja anggota Polsek Bubutan.
Begitu melihat sosok manusia berkepala kerbau itu, Ripah langsung beranjak dari duduknya. Dia lari ke bagian luar sel, namun masih di dalam tahanan. Namun, entah mengapa Ripah mengaku tidak bisa berteriak minta tolong. Lehernya tercekat. Dia hanya ketakutan dan menangis.

“Saya langsung lari. Untung saya tidak kena seruduk manusia kerbau itu. Saya melihat ada meneer londo (sebutan untuk lelaki Belanda) yang membawa anak kecil menolong saya. Dia merangkul hingga kerbau itu tak bisa menyeruduk saya,” kata Ripah sambil menutup wajah dengan kedua tangan. Matanya masih sembab karena kebanyakan menangis dan sorot matanya penuh ketakutan.

Sosok pria Belanda itu tidak begitu jelas dilihat Ripah. Hanya saja, dia menggambarkan sosok itu bertubuh besar dan berambut pirang. Usai menolong Ripah, meneer londo dan anaknya itu lenyap di balik tembok.
Sampai dia menceritakan peristiwa ganjil itu keesokan harinya, Ripah masih tak bisa menahan rasa takut. Begitu takutnya, Ripah tidak bisa memejamkan mata semalaman. Bahkan, dia menahan buang air kecil hingga berjam-jam.

Godaan dari penghuni lain tak berhenti sampai di situ. Menjelang Salat Subuh, Ripah mengaku beberapa kali tubuhnya disentuh dari belakang. “Saya di-jawil-jawil, Mas. Saya menoleh tapi tidak terlihat siapa yang njawil. Saya hanya bisa menangis dan berdoa sebisa mungkin,” imbuh Ripah.

Tak ingin tahanannya menga­lami tekanan lebih berat, salah satu petugas jaga, Aiptu Nasir berinisiatif berjaga di depan kamar tahanan Ripah. Nasir mengatakan, cara ini dilakukan sebagai antisipasi agar Ripah tidak kesurupan. “Kasihan juga kalau dia stres terus. Karena itu, untuk sementara kami jaga dia agar tidak kesurupan. Yang jelas, jangan sampai pikirannya kosong. Saya suruh dia mengaji dan berdoa,” tegas Nasir.

Hal senada juga dikatakan Kanit Reskrim Polsek Bubutan, Iptu Eddy Suwarno. Dia berpesan agar Ripah menjaga kebersihan tahanan. Eddy mengungkapkan, selama Ripah sendiri di tahanan, sudah seharusnya Ripah jangan malas untuk membersihkan kamar tahanan. “Bersih itu ya jangan jorok-lah. Selain itu, bersih maksud saya ya harus banyak ibadah agar tidak punya pikiran yang macam-macam,” pinta Eddy.

Sebagian orang meyakini bahwa eks gedung Polres Surabaya Utara itu memang angker. Gedung itu merupakan peninggalan masa kolonial Belanda. Bentuk gedung tidak banyak berubah sejak dibangun puluhan tahun silam. Ornamen khas bangunan Belanda, masih tampak terlihat di tembok dan langit-langit gedung.

Pada masa transisi peleburan polres-polres di Surabaya menjadi Polrestabes beberapa waktu lalu, gedung ini sempat kosong dan hanya dijaga sejumlah polisi. Mulailah cerita-cerita misteri menjadi gunjingan karena tak banyak polisi yang berani masuk ke gedung itu terlebih saat malam datang. Banyak wartawan yang bertugas di mapolres mendengar cerita-cerita misteri dari para polisi yang bertugas di sana.

Apalagi setelah terjadi peristiwa horor pada 2009 lalu, di mana seorang saksi kasus pembunuhan satpam ditemukan gantung diri di kamar mandi. Letak kamar mandi ini tepat berada di depan tahanan yang kini dihuni Ripah.

Psikolog Dra Elly Yuliandari MPsi mengatakan, apa yang dialami tahanan Mapolsekta Bubutan, Ny Ripah (51), perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Menurutnya ada dua kemungkinan yang bisa terjadi. Pertama kondisi psikologis Ripah memang tidak tahan tekanan, sehingga ia seperti orang berhalusinasi. Atau kemungkinan kedua dia berpura-pura diganggu makhluk halus untuk mengelabui petugas.

”Kondisi psikologis yang tidak tahan tekanan, bisa mengakibatkan orang berperilaku tidak normal. Dan apakah yang dialami tahanan itu bentuk dari khayalannya sendiri atau bukan, belum bisa dibuktikan. Mengingat tidak ada saksi atau orang lain yang ikut merasakan,” kata Elly ketika dihubungi, Minggu (13/3).

Untuk pemeriksaan lanjutan, perlu diketahui riwayat psikologis Ripah. Awalnya mungkin dilihat dari tindak kejahatan yang dia lakukan, apakah baru pertama kali atau sudah berulang-ulang. Kemudian apakah penahanan yang dialami baru pertama atau sudah berkali-kali.

Proses lainnya, perlu dilihat apakah dia juga memiliki kesulitan emosi bila sedang berbicara dengan orang lain atau berada di tempat tertentu. Karena bila alasannya kondisi ruang tahanan yang angker, perlu ditanyakan kepada tahanan lain apakah juga mengalami hal yang sama.

”Tapi soal angker atau tidak, kembali ke psikologis seseorang. Ketakutan timbul karena dari psikologis orang itu sendiri,” tambah dosen jurusan Psikologi Universitas Surabaya (Ubaya) tersebut.

Bila sudah berkali-kali melakukan kejahatan dan ditahan (residivis), kemungkinan kedua yakni berpura-pura dihantui juga perlu diwaspadai. Hal itu bisa jadi menjadi modus baru yang dilakukan seorang tahanan agar terbebas dari hukuman.

sumber : tribunnews.com