Arsip Artikel

Kisah Marina, Ibu Muda yang Selamat Bersama Balitanya meski Terseret Banjir Lahar Dingin

Ketika Dua Kali Hanyut, Merasa Ajal Sudah Dekat 



SELAMAT: Marina dirawat di RSUD Muntilan, Magelang, kemarin (12/1).
Ketika banjir lahar dingin menerjang perkampungan penduduk di Magelang Minggu petang lalu (9/1), ada dua orang yang terseret arus. Seorang meninggal, seorang lagi selamat. Marina, korban yang selamat itu, terseret bersama anak semata wayangnya yang baru berumur 4 tahun. Bagaimana kisahnya? 
 
=========================
 

HINGGA kemarin, Marina masih dirawat di RSUD Muntilan, Magelang. Tubuh perempuan 32 tahun itu masih dialiri infus. Beberapa bekas luka memar berwarna merah masih jelas kentara di bagian kaki, tangan, dan punggung sisi kirinya.

Wajah Marina pun masih terlihat pucat. Sesekali tampak meringis seperti menahan sakit. Namun, di balik rasa sakitnya itu, warga Dusun Ngemplak, Desa Ngrajek, Kecamatan Mungkid, Magelang, itu sangat bersyukur. Terjangan dahsyat banjir lahar dingin pada Minggu petang itu tidak sampai merenggut nyawanya. Mukjizat besar telah menyelamatkan dia dan anak semata wayangnya yang berusia 4 tahun, Muhammad Zaki.


"Dari sisi fisik, korban hanya mengalami memar. Tapi, yang agak berat adalah perasaan trauma yang masih dia rasakan," kata dr Sutikno yang menangani Marina.


Menurut Sutikno
, trauma yang dialami Marina termasuk cukup parah. "Tapi, saya yakin, dia akan segera pulih kembali," lanjutnya. 

Tanda-tanda masih trauma, lanjut Sutikno, dirasakan ketika mengajak ngobrol Marina. "Hal itu (trauma) yang masih mengganggunya," terang dia.


Tanda-tanda masih trauma dengan peristiwa yang dialami juga dapat dirasakan Radar Semarang (Jawa Pos Group) ketika mewawancarai Marina. Ketika ditanya seputar kisah yang dialaminya, semula Marina menolak. Dia beralasan tak mau mengingat-ingat peristiwa paling mengerikan sepanjang hidupnya itu.


"Yang penting saya sudah selamat. Allah masih melindungi saya," terang Marina sembari menyandarkan punggungnya pada tempat tidur di ruang Flamboyan RSUD Muntilan.


Saat kembali didesak untuk menceritakan peristiwa yang dia alami, janda satu anak itu justru menangis tersedu-sedu. Itu membuat beberapa perawat datang dan mencoba menenangkan dia. Setelah sedikit tenang dan setelah beberapa perawat itu ikut membujuk, Mariana akhirnya mau menceritakan pengalamannya.


Setelah beberapa kali menghela napas panjang
, Marina memulai ceritanya. Minggu petang itu dirinya dan anak semata wayangnya sedang berada di rumah. Sehari-harinya Marina hidup bersama anaknya tersebut. Tiba-tiba dia mendengar warga panik. Itu terjadi setelah lahar dingin meluap dari Kali Pabelang dan menerjang perkampungan, termasuk kampung tempat Marina tinggal.

Marina dan warga di sekitarnya sempat heran, bagaimana bisa banjir lahar meluap dan menerjang perkampungannya. Padahal, jarak rumahnya terhitung lebih dari 300 meter dari bibir Kali Pabelang. Kedalaman kali itu pun sebelum banjir sekitar 10 meter. Dari sisi ini, sulit dipercaya, bagaimana bisa lahar dingin meluap dari sungai dan terjangannya menuju ke perkampungan Marina.


Yang membuat ngeri warga, banjir lahar yang menerjang itu membawa material erupsi Gunung Merapi berupa pasir dan bebatuan. Itu mengakibatkan rumah-rumah warga yang diterjang banjir hancur berantakan. Saat itu Marina lari sekencang-kencangnya bersama warga lain sambil menggendong Zaki. Mereka menuju ke tempat yang lebih aman. "Pikiran saya waktu itu, pokoknya lari. Saya dan anak saya harus selamat," katanya dengan nada bergetar.


Mungkin karena berlari terlalu cepat, ditambah lagi diliputi perasaan panik, Marina terpeleset. Dia terjatuh dan anaknya ikut terjatuh. Saat itulah, banjir lahar datang tanpa kompromi. Beruntung, saat aliran lahar dingin tersebut menyeret

Marina, perempuan 32 tahun itu sudah memegangi dan menggendong anaknya. Maka, ibu dan anak itu pun terseret bersama. "Banjir kan datang dua kali. Itu yang pertama," ceritanya. Marina dan anaknya saat itu terdorong gulungan air lahar hingga menabrak tembok rumah tetangganya.

Dengan susah payah, akhirnya dia bisa berpegangan di tembok sembari menggendong anak semata wayangnya. Sejurus kemudian dia memanjat untuk berlindung. "Sebisa saya, saya naik ke atas tembok," kenang Marina, yang kemudian tanpa sadar meneteskan air mata.


Namun, lagi-lagi Marina harus mengakui kehebatan alam. Belum lama menghela napas lega, tembok tersebut justru jebol dihantam batu-batu besar. Marina dan Zaki pun kembali hanyut. "Banjir kedua ini yang lebih besar, dengan bebatuan juga," tuturnya.


Kala itu tak ada tempat untuk berpegangan. Ibu dan anak tersebut akhirnya terseret sejauh 500 meter menuju ke hilir sungai. "Waktu itu saya pasrah. Mungkin saat itu saya akan mati bersama dengan anak saya," katanya.


Saat terombang-ambing dalam lautan lahar dingin itu, Marina sempat putus harapan. Untung, ada sebuah batang pohon pisang hanyut di dekatnya. Tanpa berpikiran panjang, batang itu dia raih.


Anaknya yang masih dalam pegangannya didekap erat-erat. Dia kemudian meminta anaknya naik ke batang pohon pisang, sementara dia memeganginya. "Saya berteriak saja, Allahu Akbar, Allahu Akbar, sekuat tenaga, sambil berteriak meminta tolong
," terangnya sembari tangannya terlihat mengepal.

Ibu dan anak ini akhirnya ditolong oleh warga dan beberapa relawan. Keduanya dibawa menepi dengan menggunakan tali tambang. Meski begitu, Marina mengaku masih sangat trauma. Dia belum berani pulang ke rumahnya.


Apalagi, Marina mendengar kabar bahwa seorang orang yang juga terseret banjir lahar ditemukan dalam keadaan tidak bernyawa. Dia adalah Sumiyati, 65, warga Dusun Jetis, Sirahan. Tubuh Sumiyati ditemukan tim SAR tersangkut di atas pohon rambutan. "Saya sekarang kepikiran anak saya (dia dititipkan di rumah orang tuanya). Saya sebenarnya ingin pulang. Tapi, saya tak berani kalau pulang ke rumah," katanya.


sumber : http://pitu8.blogspot.com/2011/01/kisah-marina-ibu-muda-yang-selamat.html